Friday 7 October 2016

Kamu Datang

Semalam kamu datang
Meski sebentar
Menyediakan bahu dan dada untuk bersandar.
Serta senyuman.
Yang selalu aku rindukan saat pulang.

Ibumu menyela,

Bapak penghulu belum sampai rumah, katanya.



#odop day-4

Thursday 6 October 2016

Kopi Perpisahan

Jika ini adalah secangkir kopi terakhir yang kita seduh bersama.
Ijinkan aku mencatat lekat wajahmu,
Dalam hangat dan pekat
Secangkir kopi dari kedai sudut kota ini.

Monday 3 October 2016

Terapi Jiwa Dengan Menulis

Mengikuti kembali gerakan one day one post seperti terbangun dari tidur lelap selama berbulan-bulan. Sebenarnya sudah pernah ikut dii Batch pertama, namin karena ada beberapa kendala yang menyebabkan saya enggak bisa memposting tulisan melalui blog, karena minim sinyal, akhirnya saya memilih mundur.

Memilih mundur versi saya sih benar-benaar mundur. Bahkan enggak menulis apapun selama berbulan-bulan. Bermimpi ada seseorang yang menggebrak saya, mengguncang kalau perlu me yiram dengan air agar saya segera bangun. Mustahil sekali ada orang yang membangunkan untuk menulis kalau kita tidak mau bangun. Meski seruan dari one day one post sudah digaungkan berhari-hari yang lalu, saya masih mikir banyak kali. Maju-mundur penuh ketakutan. Khawaitr jika tidak bisa setor setiap hari.

Kalau dulu kjawatir enggak bisa setor tulisan karena minim jaringan interney, sekarang justru khawatir jika setiap malam saya sudah capek dan enggak bisa nulis. Ini adalah type orang malas yang selalu ngeles. Hingga cerah dari mas Husnaini mengenai buku "semua orang sibuk", membuat saya tersadar.

Orang tidak akan memperdulikan segala kesibukan kamu. M
Orang tidak akan melihat proses kamu berkembang. Mereka sebagai penonton, menyaksikan hasil akhor dari perjuanganmu. Jika kamu tidak bisa menyelesiakn tulisan sesuai  sesuai deadline, mereka akan pandang kamu sebagai orang yang tidak bisa bertanggung jawab. Tidak komitmen. Susah dipeercaya.

Ibarat kata, deadline itu seperti sebilah pisau yang diletakkan di leher. Jika kamu salah melangkah, jika kamu tidak melakukan sesuai aturan, maka akan terpenggl.

The. Power of kepepet, jurus jitu buat kamu pemalas seperti aaya. Deadline memaksa kita untuk melakukannya jika ingin selamat. Tidak ada jalan lain kecuali lakukan. Do it.

Kemarin saat ada agenda membuat antologi buku terbaru karya TKI, yaitu "orang indonesia kok dilawan", saya masih males-malesan untuk menulis. Hingga satu jari sebelum hari akhir pengumpulan tulisan, saya terbangun dari tidur. Langsung membuka laptop. Langsung menulis. Jatahnya cuma 1,5 halaman minimal, jadi tuh 2,5 halaman. Bisa kan??

Nah, kenala tidak dengan One day one post. Kamu akan terdesak oleh perasaan malu terhadap kelompok menulismu. Ketika orang lain sudah post tulisan, kamu seperti mwndapat cambuk. Dan tidak ada hal lain uang bosa kamu lakukan selain segera membuka laptop lalu menulis.

Masih takut? Ah...jangan-jangan kamu cima malas aja!

Good Boy goes To Heaven, Bad Boy Goes to Phuket

Judul tulisan di atas saya temukan saat menunggu antrian untuk masuk ke sebuah supermarket. Lelaki di depan saya mengenakan kaos berwarna hitam. Dari tulisannya saja, saya pastikan baju itu dibeli di Phuket, salah sebuah kota percutian di Thailand.

Ingatan dalam kepala saya mendadak seperti roll film yang diputar perlahan. Sepanjang jalan memasuki kota Phuket, jalan yang kami lalui berkelok-kelok. Naik-turun menyerupai jalan di pegunungan. Namun, sejauh mata memandang, bukan pepohonan yang saya saksikan, melainkan hamparan air biru laut. Dari dalam mobil,  Saya merasa  sudah tidak sabar untuk segera menyusuri tepian pantai dengan pasir putih yang sangat bersih. Minum kelapa segar di tepi pantai bersama bule ganteng sehabis surfing. Ah...khayalan.

Di dalam mobil Vannete yang kami tumpangi berisi lima orang. Saya dan teman saya, lalu tiga orang lagi adalah sebuah keluarga yang berasal dari Malaysia. Supir Vannete berhenti sekali di sebuah agensi Tour Phuket, hendak menawarkan paket penginapan serta wisata menarik di sana. Kami hanya mendengarkan tanpa minat. Rasanya ingin berteriak,

"Hello Man, can you look our backpack? We are amateur traveller not tourist!"
Hingga akhirnya Vannete yang kami tumpangi berhenti di Bangla Road.

" Jika Indonesia punya Bali, maka Thailand punya Phuket", seru temanku ketika menyusuri sepanjang jln Bngla Road yang dipenuhi gerai-gerai cinderamata di kanan dan kiri.

Debur ombak pantai  masih terdengar dari tempat kami saat itu. Wisatawan dengan pakaian bikini berlalu lalang sesuka hati.  Pekerja restaurant dan bar-bar sedang berbenah untuk menyiapkan dagangan mereka. Maklum, kami sampai sana sudah siang. Mereka sedang mempersiapkan bisnis malam.  Di pagi hari, phuket nyaris terlelap. Sepi. Hanya tukang sapu dan sisa orang yang baru saja keluar dari bar. Masih setengah mabuk, jalan terhuyung-huyung sambil tertawa. Aktivitas baru terlihat setelah hari menjelang siang. 

Kami mencari penginapan murah. Tidak gampang karena kami memang tidak memesan hotel terlebih dulu. Dari beberapa tempat yng kami kunjungi, kami memesan penginapan secara  On the spot. Kalau lagi untung, tentu dapat harga murah. Kalau lagi apes, dapat harga mahal.

Setelah berjalan cukup jauh, kami belum menemukan penginapan. Akhirnya kami berhenti di salah sebuah agensi tour. Perjalanan di beberapa tempt sebelumnya telah mengarii kami,. Bahasa inggris tour agen lebih fasih dan enak jika kifa bertanya suatu tempat yang ingin kita cari. 

Sambil basa-basi mencari paket wiaata untuk keesokan harinya, yakni menyusuri pulu phi phi island, kami bertanya soal penginapan murah. Gotcha. . , Mbak-mbak itu membuatkan kami map. Menunjukkan penginapan untuk para bakpacker. Karena dia sudah baik, akhirnya kami membeli tiket cruise dengannya. Dan harga yang kami dapatkan juga cukup murah, yaitu 900 bhat atau Rp. 180.000, Padahal harga yang ditawarkan dua kali lipatnya. Kami harus pinter nawar biar dapat harga murah. Dengan harga itu, kami akan mendapatkan fasilitas menyusuri pulau Phi-Phi dan Maya Beach serta Mendapatkan fasilitas makan sepuasnya di tengah pulau.



Nah, kami mendapatkan hostel yang murah. Satu malam hanya 300 bhat atau Rp 90.000. kamar dormitori, satu kamar berisi banyak orang, campur cowok dan cewek. Tapi tenang aja, enggak sekasur kok. Fasilitas kamar mandi di luar kamar. Yah, paling di sana hannya buat nitip tas sama mandi doang. Malam dimanfaatkan buaat jalan, menyaksikan hedonisme kehidupan malam di Patong beach.

Hal yang paling mengesankan di sana adalah waktu yang berjalan sangat perlahan. Kami hanya singgah dua hari, tapi terasa sangat lama. Seperti berhaari-hari.  Kami menghabiskan sepanjang sore dengan jalan-jalan di tepi pantai. Memasuki gerai-gerai makan demi mendapatkan masakan tom yam asli Thailand. Mencari baju oleh-oleh, tukang pijet hingga teman saya numpang BAB di sebuah salon. Hahahaha....

Malam hari kami mendapatkan suguhan bar-bar dengan gemerlap lampu. Syurga dunia bagi penikmat hedonisme. Alkohol, dance , music dan sex.  Semakin malam semakin ramai. Pada jam 23.00, para ladyboy keluar dari sanggarnya. Berjalan di sepanjang Bangla road dengan pakaian seksi. Jika mau berfoto harus bayar. Seniman beratraksi, ada yang main gitar, breakdance di tengah jalan dan aksi-aksi seni lainnya. penjual cinderamata juga masih sibuk menjajakan barang dagangannya. tapi enggak segaresif pedagang cinderamata yang sering saya lihat di beberapa tempat wisata di Indonesia, seperti di Borobudur maupun Prambanan. 

semakin malam tidak menjadikan area tepi pantai itu semakin sepi. justru semakin ramai. karena tidak tahan dengan keriuhannya, saya memutuskan pulang ke hostel. tidur. jika diingat kembali, salah saya ingin bisa ke sana lagi. meski tidak menyukai kehidupan malamnya, namun bercuti ke sana memberikan kesan tersendiri. harga barang-barang yang dijual murah, makanan murah, penginapan murah dan tentu saja banyak makanan halal. jangankan cuma makanan halal, masjid pun tersedia. 

Patong Beach ibarat dua sisi mata uang. sebelah berupa hedonisme gemerlap dunia malam, namu masih terdengar suara adzan. seruan Tuhan ibarat seruan untuk menarik mobil berkarat.



Saturday 27 August 2016


Aku sering mengeluh, terutama kepada diriku sendiri. Kenapa bebanku selalu jauh lebih berat berbanding orang lain? Kenapa tugas dan pekerjaanku jauh lebih banyak daripada orang lain? Kenapa aku diberi ujian jauh melebihi orang lain? Dan masih banyak lagi pertanyaan mengapa yang sering melintas di dalam kepala setiap saat. Mengeluh dan tidak menerima atas apa yang Allah beri.

Sekembalinya aku ke Malaysia  setelah memutuskan untuk cuti yang sangat lama alias lima bulan, sedikit banyak telah merubah jalan berfikir. Mungkin, sebelumnya karena aku sudah terlalu capek dengan pekerjaan yang aku jalani lalu memilih mundur sejenak. Memandang dari kejauhan, meninjau kembali apakah pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga adalah pekerjaan yang benar untukku. Meninjau dari segi pendapatan dan kesanggupan badan untuk terus menjadi pembantu rumah tangga dengan seabrek pekerjaan.

Pernah berbincang kepada mbak Anazkia, kenapa sih kita sama-sama ditempatkan untuk bekerja menjadi pembantu rumah tangga? Ternyata, setelah difikir kembali bahwa pekerjaan inilah yang sesuai aku kerjakan di Malaysia. Aku tidak menyukai tinggal beramai-ramai di sebuah asrama dengan peraturan kerja yang ketat. Aku tidak suka terlalu banyak diatur. Aku juga tidak terlalu suka untuk mengasuh anak kecil apalagi untuk menjaga orang tua. Pekerjaan yang membuat saya bebas menentukan apapun adalah pembantu rumah untuk saat ini. meski pekerjaannya banyak, tapi setidaknya aku hanya perlu focus dengan pekerjaan yang ada di depanku.

Hanya perlu focus dengan pekerjaanku meski banyak yang harus dikerjakan. Rumah yang aku tinggali bukan main-main besarnya, sebuah bungalow dua tingkat. Sejak pukul 06.30 harus sudah mulai bekerja jika ingin selesai lebih awal. mengelap meja-meja dan perabot lainnya, menyapu lalu lanjut mengepel. Biasanya akan selesai jam 08.30. lanjut lagi dengan membersihkan ruang samping, celah belakang rumah atau vacuum kolam. Setelah anak majikan dan majikan berangkat, lanjut untuk membersihkan lantai dua, merapikan kamar, mengambil baju kotor dan menyapu. Cuci toilet dilakukan setiap seminggu dua kali, atas dan bawah terdapat tujuh kamar mandi. Mencuci baju, terkadang sehari bisa tiga mesin. Memasak untuk anak pulang sekolah, biasanya untuk sarapan dibantu sama temenku yang mengasuh bayi, toh yang makan sarapan hanya satu orang, lainnya memilih makan di luar.

Masih harus membersihkan unit apartement setiap seminggu dua kali, menjemput anak pulang sekolah, berbelanja dan memasak makan malam. Yang paling melelahkan dan paling berat adalah mengelap cermin karena bangunan rumah ini dikelilingi kaca  yang tinggi-tinggi. Terkadang sangat melelahkan,, apalagi saat kita baru saja selesai melakukan pekerjaan, kita melihat teman yang lain bisa bekerja sedikit lebih nyantai. Padahal enggak juga sih, mengasuh anak kecil dan mengasuh orang tua juga bukan pekerjaan mudah, pasti sangat melelahkan. Aku juga berterimakasih kepada kedua temanku yang sedikit banyak sudah membantu pekerjaanku.

Kalau lagi lupa dengan setatus, terkadang suka pengen marah, kita capek-capek kerja lalu melihat teman kita sedang main-main handphone sambil leyeh-leyeh. Padahal mereka kan capek juga, sudah bekerja. Aku jadi merasa sok paling banyak kerja dan paling payah.  Paling susah untuk mengontrol emosi, jadi lebih baik kita bergeser, mencari tempat yang aman agar tidak melihat mereka atau mendinginkan kepala dengan mandi. Dalam hati terus mengingatkan diri, pekerjaan mengemas rumah bukanlah tugas mereka, ini adalah tanggung jawabku. Aku harus bahagia dengan pilihanku. Aku harus menerima segala konsekuensi dari pekerjaanku.

Meluaskan hati bukan pekerjaan mudah. Perlu latihan secara terus menerus, mengontrol emosi agar tidak meledak dan memuntahkan kata-kata bejat yang tidak baik diterima oleh telinga. Kita bekerja dengan payah, orang lain juga bekerja dengan payah. Kita sama-sama bekerja dalam porsi masing-masing, menerima gaji pun dengan porsi masing-masing. Kewajiban sang majikan untuk melihat sendiiri apa yang dipekerjakan oleh pekerjanya dan meninjau  apakah gaji yang diterima sesuai atau tidak. Tugas kita sebagai pekerja adalah melakukan kewajiban untuk bekerja dan menerima hak berupa upah atau gaji.

Dengan pekerjaan ini, bisa menjadi pelajaran bagiku untuk kehidupan berumah tangga kelak. Entah siapapun yang Tuhan jodohkan untukku, hidup berumah tangga adalah bentuk kerja sama. Seorang suami mengerjakan apa yang menjadi pekerjaan suami dan seorang istri mengerjakan pekerjaan seorang istri. Memahami posisi masing-masing sehingga kedepannya bisa berjalan baik. Lagi-lagi dengan meluaskan hati sendirilah jalan penyelesaian dari kerumitan hidup, memasrahkan kepada Allah sepenuhnya hidup ini, kita tidak bisa merubah orang lain tapi kita bisa meruah diri sendiri. Orang lain adalah milik Allah, begitu juga dengan diri kita sendiri. Selalu minta kepada Allah agar selalu membenahi diri kita sendiri.
flower img

Thursday 11 August 2016


Berbicara mengenai jomblo, selalu banyak hal yang bisa dibahas dan bisa disangkutpautkan. Melihat hujan, langsung teringat para jomblo yang tiba-tiba menjadi mellow karena membayangkan dirinya bisa bersama dengan seseorang dan mengahabiskan minum teh bersama. Melihat online shop baju fashion korea, selalu ingat dengan para jomblo, kasihan para jomblo tidak pernah bisa buat baju couple. Melihat mie instan sama kuaci, langsung teringat sama jomblo karena belum ada yang masakin.

Beberapa malam yang lalu, di rumah majikan pembantu bawel mau mengadakan acara Open House, acara rutin pada bulan syawal dengan mengundang beberapa kerabat dan sanak saudara untuk makan-makan. Mulai dari beberapa hari sebelumnya, kami semua sudah menyusun apa saja menu yang bakal dihidangkan, diantaranya adalah dua ekor kambing bakar, soto dan nasi dagang. Adapun dessert terdiri dari berbagai macam kue-kue manis buatan tetangga sebelah. Pembantu bawel Cuma dapat jatah memasak cucur udang. Lega banget, bisa nyantailah kalau Cuma masak satu menu doang.

Minus satu hari sebelum hari H, semuanya sudah komplit. Bisa sedikit nyantai-nyantailah sambil menyiapkan rumah agar besok paginya tidak terburu-buru karena acara akan dimulai dari jam 09.00 pagi. Tiba-tiba Boss menghampiriku dan ngajak ngobrol ringan.

“kira-kira cukup enggak ya, makanan untuk besok?” tanyanya sambil memainkan i-phone di tangannya,

“Pasti cukup” jawabku mantap, padahal hati udah deg-degan, jangan-jangan harus nambah menu lagi dan harus memasak. Malas banget. Melihat dari raut mukanya sih se[ertinya bakal nambah menu.

“Gimana kalau tambah satu menu lagi, Mie Goreng mamak?”

Nah kan???

Karena sungkan, aku jawab ajalah dengan anggukan setuju,

“Boleh juga”

Maka malam itu juga sambil melihat jarum jam yang sudah menunjuk pada angka 21.30, aku segera pergi ke supermarket besar, berharap masih ada sisa udang yang masih segar dan mie kuning sebagai bahan untuk membuat mie goreng.

Beberapa hal di bawah ini adalah yang aku lihat begitu berada di supermarket,  mungkin bisa mewakili rasa sakit hati para jomblo yang malam minggunya dihabiskan untuk berbelanja meski sekedar nemenin ibu sendiri.      

   1. Begitu masuk di pintu masuk, sebuah keluarga terdiri dari suami, istri, satu anak lelaki berusia sekitar 10 tahun dan tujuh tahun, serta satu bocah perempuan yang berjingkrak-jingkrak diatas keranjang dorong memenuhi jalan yang akan aku lewati. Kira-kira apa perasaanmu Mblo???
Udah bilang permisi, tapi enggak ada yang denger. Mau mendahului tapi enggak ada space karena jalanan sempit. Yah…sabar ajalah mblo, namanya juga malam minggu.

2.       Kenapa sih supermarket menjadi tempat reuni? Nah, lebih dongkol lagi nih kalau ada sekumpulan mas-mas yang udah bukan mas-mas lagi saling berpelukan di lorong-lorong supermarket karena sudah lama tidak bertemu, trus di sebelah kanan-kirinya para perempuan mereka sedang mengelus perut buncitnya. Gimana jika sampai para jomblo menerobos dan mengusik obrolan kalian para kaum yang sudah memiliki pasangan???

3.       Kejadian paling nyebelin tentu saja di kasir. Kenapa sih, Mbak dan mas yang baru saja menikah harus ngobrol di antrian kasir paling panjang? Padahal barangnya Cuma tiga biji. Supermarket-supermarket di Malaysia selalu menyediakan loket cepat bagi pembeli yang barangnya sedikit. Setelah aku selidiki, ternyata mereka memanfaatkan waktu antri di depan kasir untuk ngobrol sambil bermesraan. Bayangin jika kamu berada di belakangnya, Mblo…..???

Setelah beberapa kejadian itu, ternyata tak satupun barang yang dipesan majikan aku dapatkan. Mie sudah habis, mengingat sekarang masih bulan syawal dan hari sabtu, banyak orang yang membuat jamuan rumah terbuka dan banyak yang memasak mie goreng. Udang juga sudah licin, tinggal udang yang layu menunggu diberikan kepada kucing-kucing yang setia menunggu di bak sampak belakang supermarket. Apalagi sayur sawi, tinggal sawi-sawi kuning menunggu waktu untuk diubah harga menjadi harga jual cepat.

Ada yang pernah ngrasain?


Wednesday 3 August 2016

Belajar Dari Kejujuran Jenny Jusuf

Pertama tahu tentang Jenny Jusuf adalah saat kali pertama lihat instagram film filosofi kopi-- di mana Jenny jusuf adalah penulis skenarionya. kemudian saya telusuri instagram +Jenny Jusuf dan di dalam bionya terdapat alamat blog.

Kali pertama buka, langsung jatuh cinta. Tulisan yang aku baca adalah Rp 3 jutaan tinggal di Ubud, yaitu  tentang bagaimana seorang Jenny mampu survive tinggal di Ubud dengan biaya hidup sekitar tiga jutaan. aku menyukai cara dia memaparkan perjalanan hidupnya secara jujur. sebagaimana yang kita ketahui, bahwa tinggal di Ubud yang merupakan tujuan wisata internasional semuanya serba mahal, namun Jenny mampu menunjukkan beberapa tips agar bisa survive di sana.

Bekerja di manapun, tidak ada kata mudah. Semua penuh tantangan. kamu seorang bawahan, maka tantangannya adalah bagaimana untuk bisa menyelesaikan tugas yang majikan kasih. meskipun kamu hanya seorang cleaner, kamu juga harus berhadapan dengan kepuasan pemilik tempat kerja yang kamu tempati. Sekalipun kamu adalah seorang Boss, kamu juga harus berhadapan dengan klien-klien yang memberikan kamu kerja sama.

Mencoba berfikir secara real, bahwa hidup adalah sesuatu yang harus dihadapi dengan keikhlasan, penerimaan serta cerdik. Hidup tidak melulu kesenangan yang melimpah, namun juga ada pekat kepahitan yang menjerat. hidup bukan sekedar mendapat balasan dari apa yang kamu lakukan, namun terkadang juga ada pengabaian. Hidup juga tidak melulu membawa untung, tekadang juga ada penipuan. Hal yang paling penting adalah bertanya ke dalam hati nurani sendiri, apakah yang dijalani saat ini sudah sesuai dengan hati nuranimu atau belum.

Pantas saja jika setiap untaian kalimat seorang Jenny sangat dalam, Perjalanan hidup keruhaniannya pun sangat panjang. Perjalanan keruhaniannya bisa dibaca dalam postingan saya dan (T). Ia mengajarkan bukan untuk meninggalkan agama yang sedang kita anut, namun jauh lebih dalam yakni bahwa kita harus meyakini apapun keyakinan yang kita miliki. Entah apapun agama kamu, bahwa masing-masing agama memiliki cara masing-masing dalam menyembah kepada Tuhannya. tidak perlu mengkotak-kotakkan jenis manusia berdasarkan keyakinan dan agamanya. Hiduplah dengan damai tanpa menuduh orang lain akan masuk neraka karena salah lalu kita pasti masuk syurga karena kita yang benar.

Berusahalah untuk jujur dalam hidup.
Jenny Jusuf